" Terbang menuju dekade pertama,
tetap kuat tetap menjulang"

" Terbang menuju dekade pertama, tetap kuat tetap menjulang"

Sulitnya Penindakan Terhadap Kekerasan Psikis dan Seksual Pada Masa Pacaran

Terjadinya tindak kekerasan terjadi tidak hanya pada masa pernikahan antara pasangan suami bersama istrinya, melainkan pada masa pacaran pun saat ini dikenal sebagai masa dimana pertengkaran antara kekasih sering pula diisi dengan tindak kekerasan terhadap kekasihnya.

Meskipun baru pada tahap pacaran, disaat hubungan asmara yang tidak sehat terus berjalan, tentunya tidak menutup kemungkinan didalamnya pun nanti akan sangat rentan akan tidak kekerasan, baik secara fisik, psiskis dan bahkan kekerasan terhadap seksual terhadap sang kekasih. Sehingga ketiga betuk kekerasan tersebut tentu jelas dapat mengakibatkan trauma sendiri bagi mereka yang mengalaminya, khususnya pada wanita disaat merekalah yang menjadi korban kekerasan sang kekasih.

Meskipun saat ini, semakin marak terjadi tindak kekerasan namun berbagai peristiwa demikian belum mampu membuat para pelaku yang sudah mendapatkan sanksi hukum menciptakan efek jera yang efektif sehingga kejadian demikian pun dapat semakin diminimalisir. Paling tidak dari kejadian demikian mampu menjadi langkah awal yang baik agar para apat dapat melakukan penindakan secara tegas.

Menurut Sri Nurherawati selaku Ketua Sub Komisi Pemulihan Komnas Perempuan, hal yang mempersulit penegakan hukum terhadap pelaku tindak kekerasan pada kaum wanita khususnya pada masa pacaran, dimana pada sebuah kasus hanya ditemukan bukti yang kurang mencukupi dan tidak kekerasan tersebut. Terlebih disaat korban hanya mengalami kekerasan psikis dan seksual.

Contohnya disaat pasangan dijanji untuk dinikahi oleh kekasihnya sebelum mereka berhubungan suami istri, maka hal demikianlah yang kemudian seringkali menjadi jalan buntu oleh aparat penegak hukum itu sendiri. “Misalnya pacaran janji akan dinikah kemudian berhubungan seksual, hamil, nah nanti akan dinikah kalau diaborsi, tapi setelah diaborsi ditinggalkan, yang semacam ini paling banyak terjadi dan umumnya hampir tak ada yang diproses,” ujarnya.

Secara teori ketika seseorang sudah tidak lagi konsisten akan ucapannya seperti janji untuk menikahi kekasihnya pasca berhubungan secara intim, maka tindakan demikian sudah bisa dipandang sebagai tindak kekerasan terhadap psikis dan seksual. Namunlangkah hukum kemudian terhenti oleh karena saat seseorang disinyalir melakukan perbuatan tersebut, maka berdasarkan aturan dalam KUHP haruslah terlebih dahulu harus dibuktikan suatu tindak kekerasan secara fisik.

Usaha aparat penegak hukum pun mencoba untuk menjerat para pelaku tindak kekerasan secara psikis dan seksual dengan beberapa pasal alternatif, seperti dengan menggunakan pasal yang terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan. Namun klausul yang terdapat pada pasal tersebut juga harus diawali dengan tindak kekerasan secara fisik terlebih dahulu. Hal ini lah yang kemudian membuat sulitnya aparat penegak hukum menjerat para pelaku tindak pidana kekerasan secara psikis ataupun secara seksual. Meskipun marak terjadi, aparat menjadi semakin sulit karena tidak kekerasan yang demikian tidaklah meninggalkan suatu tanda seseorang telah mengalami cedera secara fisik. Artinya ketentuan yang terdapat pada pasal dalam KUHP belum mampu mengakomodasi pada pelaku kekerasan secara psikis dan seksual untuk dijerat oleh aturan hukum yang berisi sanksi yang tegas. “Kekerasan psikis, seksual, itu tidak terakomodir sehingga sangat sulit relasi pacaran ini diproses secara hukum kecuali yang fisik,” ujar wanita lulusan Univesitas Padjajaran itu.

Anehnya lagi, disaat terjadi kekerasan ataupun ancaman kekerasan pada masa pacaran, seringkali wanita lah yang nantinya menjadi pelaku kejahatan akibat dengan membela dirinya disaat mereka hendak dilencehkan oleh kekasihnya sendiri. Misalnya disaat wanita hendak dicium  oleh kekasih, dan berusaha menolak dan kemudian dengan melayangkan pukulan ke arah sang lelaki, justru tindakan demikian yang dipandang sebagai suatu tindak kekerasan, bahkan hingga di membuat mereka harus diproses lebih lanjut. Hal demikian menunjukka, bahwa disaat wanita tidak dapat membela diri mereka secara seimbang, entah memukul dengna menggunakan sepatu ataupun media lainnya untuk mempertahankan diri dari perlakukan kasar kekasinya, hal demikian pun dapat dipandang sebagai suatu tindak kekerasan secara umum.

Fakta demikian tentunya tidak hanya membuat kaum wanita yang menjadi korban kekerasan oleh kekasihnya menjadi sangat dirugikan, selain itu membuat para pemerhati dan komisi perlindungan perempuan dan para aktifitis pemerhati perempuan beserta aparah hampit menemui jalan buntu saat menghadapi peristiwa demikian. Sehingga hal demikianlah yang semakin membuat para pelaku kekerasan terhadap wanita semakin marak terjadi terlebih pada suatu hubungan pacaran.

@RitaManggulu
@RitaManggulu
Cewek sederhana dengan 3 hobi: menulis, masak dan main bareng Lil' Tomi. Semua tulisan ini adalah bukti bahwa keinginan tulus berbagi tidak dapat dipatahkan oleh keterbatasan jarak maupun waktu. XoXo

More from author

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel terkait

Advertismentspot_img

Artikel terbaru

4 Miskomunikasi yang Sering Terjadi Dalam Hubungan Asmara

Suatu jalinan asmara yang sehat tentu sebaiknya diisi dengan komunikasi yang baik antara masing-masing pasangan. Komunikasi yang baik tentunya dapat membuat pasangan satu sama...

Memikat Hati Wanita dengan Memahami Seni Bahasa Tubuh

Seni bahasa tubuh tidak hanya digunakan di dalam pertunjukan teater atau pembuatan film. Bahasa tubuh sebenarnya digunakan dalam interaksi kita setiap hari kepada semua...

Kekasih Anda Cemburu Buta? Berikut 5 Tandanya

Hubungan asmara tentu menjadi suatu kondisi yang mengasikkan. Mendapatkan perhatian yang lebih dari pasangan jelas menjadi suatu hal yang membuat kamu menjadi lebih bahagia....