“Cinta sungguh indah citramu dunia terasa hampa bila kau tiada”
Saya pikir semua orang setuju dengan penggalan lirik lagu tersebut, karena memang yang namanya cinta itu ibarat sebuah fase hidup yang paling membahagiakan sekaligus menyenangkan. Gimana gak senang kalau tiap hari ada yang perhatian, ada yang ingatkan dan ada yang selalu mendukung disaat kesulitan.
Cinta itu juga punya kekuatan yang bisa dibilang misterius, karena setiap orang yang merasakannya bakal ngelakuin apa aja cinta. Buktinya, selalu ada cowok atau cewek yang ngakunya gak enak badan tapi giliran diajak jalan sama pacar pasti langsung sehat walafiat. Hal yang kayak gitu sih mungkin kita bakal mikirnya kayak “ahh alesan aja tuh bilang sakit tapi emang pengennya diajak jalan”, Cuma sadar atau tidak saat kita jatuh cinta emang tubuh kita bakal bereaksi secara alami.
Nah, gimana sih tubuh kita bereaksi ketika jatuh cinta? inilah reaksi kimia dalam tubuh ketika kita jatuh cinta.

Ketika kita jatuh cinta, ada banyak unsur kimia yang berseliweran di sekitar otak dan tubuh kita. Para peneliti mempelajari tentang pengaruh unsur-unsur kimia ini saat kita jatuh cinta dan ketika kita berada dalam hubungan jangka panjang. Tentu saja, hormon estrogen dan testosteron berperan dalam hal timbulnya hasrat seksual. Tanpa kedua hormon ini, kita mungkin tidak akan pernah masuk ke tahap “bercinta yang sebenarnya”. Pasti pada ngerti kan yang dimaksud bercinta? Gak usah pura-pura amnesia deh!
Tanda-tanda yang muncul saat kita jatuh cinta antara lain jantung berdebar, kulit memerah dan telapak tangan berkeringat, bahkan mungkin ada yang sampe pura-pura kesurupan saking groginya. Para peneliti mengatakan ini disebabkan oleh norepinefrin, dopamin dan phenylethylamine yang kita dilepaskan tubuh kita. Dopamin ini dianggap sebagai “bahan kimia kebahagiaan” yang menghasilkan perasaan yang penuh kenikmatan. Norepinephrine mirip dengan adrenalin dan menyebabkan rasa berdebar. Jadi bisa dibilang kalau berdebar, keringatan, muka memerah itu adalah pengaruh yang alami dari reaksi tubuh saat jatuh cinta.
Menurut Helen Fisher, seorang antropolog dan peneliti tentang cinta dari Rutgers University, kedua bahan kimia ini menghasilkan kegembiraan, energi yang kuat, sulit tidur, perasaan merindu, kehilangan nafsu makan dan perhatian terfokus. Dia juga mengatakan, “Tubuh manusia melepaskan bahan kimia cinta hanya jika kondisi tertentu terpenuhi dan… pria lebih siap untuk memproduksinya dibandingkan wanita, karena sifat mereka yang lebih visual”.
Para peneliti menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (functional Magnetic Resonance Imaging / fMRI) untuk melihat otak seseorang ketika ia melihat foto dari orang yang mereka cintai. Menurut Helen Fisher, hasil scan otak menunjukkan bahwa sang obyek penelitian sedang mengalami tahap ketertarikan yang dijelaskan sebagai tahap dimana seseorang merasa tergila-gila dan tidak bisa memikirkan hal lain selain orang yang dia cintai.
Hasil scan menunjukkan peningkatan aliran darah di daerah otak dengan konsentrasi tinggi untuk reseptor dopamin yang juga terkait dengan perasaan euforia dan kecanduan. Tingginya kadar dopamin juga terkait dengan norepinefrin, yang meningkatkan perhatian, memori jangka pendek, hiperaktif, sulit tidur dan perilaku-perilaku yang berorientasi pada tujuan (dalam hal ini tujuannya tentu saja “jadian dengan orang yang dicintai”). Dengan kata lain, orang yang sedang jatuh cinta seringkali hanya fokus pada hubungan cintanya dan melupakan hal lainnya. Seperti yang saya gambarkan di awal, orang yang lagi jatuh cinta itu sebenarnya gak Cuma alasan sakit tapi karena reaksi kimia di dalam tubuhnya ketika jatuh cinta itu bisa membuatnya lupa kalau sedang sakit. Kenapa? karena ketika jatuh cinta dia hanya terfokus dengan orang yang dia cintai. Inilah hal yang kadang membuat orang yang lagi sakit pun secara ajaib bisa merasa lebih baik saat bersama orang yang dia cintai. Ibaratnya cinta itu obat mujarab tanpa dosis dan tanpa resep dokter.

Penjelasan lain tentang fokus yang intens ini juga dikemukakan oleh para peneliti di University College London. Mereka menemukan bahwa orang yang sedang jatuh cinta memiliki tingkat serotonin yang lebih rendah dan juga bahwa jaringan saraf yang terkait dengan cara kita menilai orang lain dalam keadaan tertekan. Tingkat serotonin yang lebih rendah juga dimiliki oleh orang dengan gangguan obsesif-kompulsif. Hal ini bisa menjelaskan mengapa orang yang sedang jatuh cinta menjadi “terobsesi” tentang orang yang dicintainya. Misalnya:
Cewek: yang jadi kan entar malem kita nonton?
Cowoknya: iya jadi tapi kayaknya aku rada telat deh jemput karena mendadak nyokap minta di temenin yang
Cewek: lho kan kamu udah janji
Cowoknya: iya tapi mendadak sayang aku gak tahu juga
Cewek: ihhh pokoknya jangan telat kalo telat aku nonton sama cowok lain aja!
Cowoknya: OTW yang!
Obsesi itu tidak hanya fokus pada orang yang kita cintai, tapi kadang obsesi itu membuat kita jadi sangat kekanak-kanakan bahkan rela untuk melanggar permintaan orangtua. Seperti skenario di atas, yang pokoknya kalau udah janji itu harus ditepati!
Well, yang namanya cinta itu emang kayak gitu, mau seberapa buruk pun penilaian orang kita yang ngerasainnya itu gak peduli. Ibarat kata pepatah “orang yang jatuh cinta itu dunia serasa milik berdua, yang lain mah Cuma numpang aja”. Nah, kira-kira nih kamu yang lagi jatuh cinta ada yang kayak gitu gak? atau mungkin kamu punya pengalaman lain. Cuma yang udah punya pacar aja ya, yang jomblo mah gak usah kan belum ngerasain haha.